|
Fadhilat
Maulana Al-Alim Al-Allamah Al-Muhaddith Al-Musnid Syeikh Mahmud Said
Mamdouh hafizahullah (kanan) bersama Al-Fadhil Ustaz Husni Ginting (kiri) |
Assalamualaikum semua...
Baru2 ini saya banyak ditanya dan ada juga ber'debat' ( secara tidak sengaja dan tanpa rela) dengan anak2 muda yang beraliran 'al LaMazhabiah"... golongan tidak bermazhab.. Mereka adalah puak yang sangat anti mazhab dan bermazhab dan mengatakan bahawa ia adalah satu bidaah dan merupakan satu kesesatan nyata yang menempah neraka... Malah ada golongan pelajar datang ke Pusat Rawatan KISWAH untuk bertanyakan perihal isu yang sebenarnya dah selesai 1200 tahun dahulu ini lalu cuba diledakkan semula untuk menimbulkan perpecahan ummah yang sebenarnya tidak patut berlaku...
Berkata Sheikhna Sheikh Nuruddin bahawa dahulu terdapat hampir 40 mazhab fiqh yang ada di muka bumi, namun atas hikmah2 tertentu maka Allah kekalkan hanya 4 mazhab sahaja yang tinggal di dunia kini... Itupun atas pelbagai faktor termasuklah inisiatif anak2 murid madrasah mazhab Imam Hanafi, Maliki, Syafie dan Hanbali yang bertungkus lumus menghidupkan 'mazhab school' guru2 mereka yang tercinta... Maka mazhab2 4 yang PELBAGAI pendekatan ni sebenarnya meraikan PELBAGAI latarbelakang dan kecenderungan muslimin di bumi Allah ini...
Di zaman ini juga ada juga golongan yang mengaku bermazhab tetapi dengan sewenang2nya 'mentarjih' mazhab yang kononnya mereka anuti dengan membuang pendapat2 yang mereka rasa perlu dan mengamalkan pendapat2 yang mereka rasa perlu secara mengikut nafsu atas nama dan alasan "mengikut pendapat yang terkuat"....Malah kekadang nampak mereka lebih alim dari Imam Syafie ra dengan mengomen bahawa pendapat ini benar dan pendapat Imam Syafie yang ini tersalah dan tidak patut dikeluarkan Imam Syafie??? Langsung tiada ADAB!!! . Maka seolah2lah mereka ini juga tidak bermazhab yang satu malah adapun merkea bermazbah "cocktail atau bubur asyura jua"...
Jadi saya memetik tulisan Sh Husni Ginting berkenaan "SOAL JAWAB BERMAZHAB".... Semoga bermanfaat:
Dialog Bermazhab oleh Sheikhna Al-Akh Ustaz Husni Ginting Al-Langkati
Pada
sa`at ini semakin banyak orang yang merasa mereka lebih hebat
dibandingkan ulama ulama dahulu, mereka mencoba menebarkan slogan untuk
tidak bermadzhab, tetapi mengambil hukum dari al-Qur`an dan Sunnah
secara langsung, slogan (semboyan = perkataan) berhukum al-Qur`an dan
hadits benar tetapi memiliki tujuan yang salah, dan akan menghasilkan
kesalahan yang besar, adapun diantara dalil – dalil yang di ucapkan oleh
mereka yang anti madzhab ialah:
1 – Rasulullah tidak pernah menyuruh kita untuk bermadzhab bahkan menyuruh kita mengikuti sunnahnya.
2 – al-Qur`an dan Sunnah sudah cukup menjadi dalil dan hukum sehingga tidak di perlukan lagi Madzhab-madzhab.
3 – Madzhab-madzhab itu bid`ah karena tidak ada pada zaman Rasul.
4 – Seluruh ulama Madzhab seperti Imam Syafi`i melarang orang-orang mengikuti mereka dalam hukum.
5 – Bermadzhab dengan madzhab tertentu berarti telah menolak sunnah Nabi Muhammad SAW.
6
– Pada Zaman sekarang sudah semestinya kita berijtihad karena dihadapan
kita telah banyak kitab-kitab hadits, Fiqih, ulumul Hadits dan
lain-lain, kesemuanya itu mudah didapati.
7 – Para Ulama Madzhab
adalah manusia biasa, bukan seorang nabi yang maksum dari kesalahan,
semestinya kita berpegang kepada yang tidak maksum yaitu hadits-hadits
Rasulullah.
8 – Setiap hadits yang shahih wajib diamalkan, tidak boleh menyalahinya dengan mengikuti pendapat ulama madzhab.
Ini sebahagian hujjah-hujjah mereka, kita akan jawab satu persatu insyaallah.
Masalah pertama
1
– Adapun Rasul tidak pernah menyuruh kita untuk bermadzhab, kalau
saudara tahu maksud bermadzhab, maka maknanya tidak secara khusus Rasul
menyuruh untuk bermadzhab, tetapi disana ada suruhan secara umum,
suruhan umum tersebut terdapat didalam al-Qur`an dan Hadits Rasul ,
demikian juga disana tidak terdapat larangan tentang bermazhab dari
Rasulullah, dengan demikian tidak boleh kita buang dalil umum yang
menyuruh untuk bermadzhab, bahkan sebagian dalil dan hujjah-hujjah
menjurus kepada kekhususan mengikuti ulama-ulama yang telah sampai
derajat Ijtihad.
Berikut ini saya aka huraikan beberapa Dalil tentang bermadzhab :
1 - Allah Berfirman :
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمونArtinya : Hendaklah bertanya kepada orang mengetahui jika kamu tidak mengetahui.
Penjelasan
ayat : ayat ini menyuruh orang-orang yang tidak mengetahui sesuatu,
yang mereka itu terdiri dari orang-orang awam, atau orang-orang yang
tidak sampai derajat mujtahid agar menanyakan kepada orang alim atau
orang yang telah sampai derajat Mujtahid, hal ini bermakna orang yang
tidak sampai derajat mujtahid mesti mengikuti mana-mana madzhab yang di
i`tiraf oleh ulama-ulama Ahlus Sunnah Wal Jama`ah.
Siapa yang
merasa tidak memiliki ilmu maka dia wajib bertaqlid kepada ulama, sebab
Allah tidak mengatakan , jikalau kau tidak mengetahui maka hendaklah
lihat didalam al-Qur`an dan Hadits, karena al-Qur`an dan al-Hadits
memiliki pemahaman yang hanya ulama yang mujtahid saja yang memahaminya,
sebab itulah Allah menyuruh untuk menanyakan kepada Ulama yang mujtahid
dari arti dan pemahaman dari al-Qur`an dan al-Hadits.
2 - Rasulullah SAW bersabda :
عن عبد الله بن عمرو بن العاصي قال " سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : إن
الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض
العلماء حتى إذا لم يبق عالم اتخذ الناس رؤسا جهالا، فسئلوا فأفتوا بغير
علم فضلوا وأضلوا. ( رواه البخاري و مسلم والترمذي وابن ماجه ولا أحمد
والدارمي ).
Artinya
: Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan menariknya dari hati
hamba-hambanya ( ulama ) akan tetapi mengambil ilmu dengan mencabut
nyawa ulama, sehingga apabila tidak terdapat ulama, maka manusia akan
menjadikan orang-orang bodoh ( menjadi pegangan mereka ), mereka
bertanya hukum kepadanya, kemudian orang-orang bodoh itu berfatwa
menjawab pertanyakkan mereka, jadilah mereka sesat dan menyesatkan pula.
( H.R Bukhari, Muslim , Tirmidzi , Ibnu Majah. Ahmad, ad-Darimi.
Penjelasan
hadits : Hadits ini menunjukkkan kepada kita semakin sedikitnya ulama
pada masa sekarang, siapa yang mengatakan semangkin banyak maka dia
telah menyalahi hadits Nabi yang shahih dan kenyataan yang ada, sebab
Allah mencabut nyawa ulama, dan tidak ada pengganti yang dapat
menandingi keilmuannnya, siapa yang dapat menandingi keilmuan Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`I, Imam Ahmad pada zaman sekarang, tidak
ada yang mampu, mereka wafat telah meninggalkan warisan yang besar
sekali, yaitu ilmu dan madzhab mereka, jadi orang -orang awam mengambil
warisan ilmu-ilmu mereka seolah-olah seperti bertanya lansung kepada
Imam yang empat, dengan begitu jauhlah mereka dari kesesatan dan
menyesatkan orang, tetapi orang yang bodoh yang tidak mau bermadzhab
maka akan menanyakan permasalahannya kepada orang yang berlagak alim dan
mujtahid tetapi bodoh, tolol dan memiliki sifat seperti orang yang
tidak pintar, maka dia berfatwa menurut hawa nafsunya dan perutnya dalam
memahami hadits dan lainnya, orang ini adalah sangat membahayakan umat
islam, menyesatkan umat islam, mereka tidak sadar diri tentang kesesatan
mereka dan berusaha untuk menyebarkan pemahaman mereka, ini lah
cirri-ciri kebodohannya.
Dari hadits ini juga kita perlu
menanyakkan kenapa Rasul mengatakan ," mereka bertanya kepada
orang-orang bodoh", penyebab mereka mengambil ilmu kepada orang yang
bodoh ialah karena orang alim sudah tiada lagi, padahal kitab-kitab
hadits semangkin banyak dicetak, kitab-kitab ilmu semangkin menyebar
dikalangan masyarakat, penulis melihat ada beberapa sebab :
1 –
Pentingnya ulama dalam menuntun pemahaman yang ada dari al-Qur`an dan
al-Hadits, sehingga apabila ulama meninggal dunia, tiada lagi orang yang
mampu mengajarkan pemahaman yang sebenarnya dari al-Qur`an dan Sunnah.
2
– Sebab ketidakmauan orang-orang yang sesat mengikuti dari
madzhab-madzhab yang telah tertulis dan dibukukan sehingga mereka lebih
memilih orang yang berlagak lebih tahu dalam memahami al-Qur`an dan
al-Hadits dari ulama-ulama yang dahulunya.
3 – Kebodohan orang
yang paling bodoh ialah yang tidak mengetahui dia bodoh, sehingga dia
berfatwa walaupun dalam keadaan bodoh, tidak ingin melihat kembali apa
kata ulama-ulama madzhab didalam kitab mereka.
4 – Ini adalah
tanda-tanda hari Qiamat yang mana madzhab bodoh lebih berkembang dan
menyesatkan orang yang bermadzhabkan dengan empat madzhab.
5 –
Dari hadits diatas juga kita fahami bahwa pada zaman ini sangat sulit
sekali kita dapati ulama yang sampai kedudukannya kepada ulama mujtahid,
ini mesti kita sadari, kalau tidak kita sadari maka kemungkinan orang
tersebut telah menyalahi hadits Rasul yang menceritakan tentang ilmu
akan dicabut dari permukaan bumi ini dengan wafatnya ulama, pada abad
pertama hijriyah puluhan orang bahkan ratusan orang sampai kepada
derajat al-Hafizh dan mujtahid, demikian juga pada abad kedua, ketiga,
keempat, tetapi setelah itu ulama-ulama semangkin berkurangan,
terlebih-lebih lagi pada zaman kita sekarang, jadi apa yang dikatakan
Rasul telah tejadi pada saat sekarang ini, kita boleh lihat betapa
banyaknya orang yang memaku Alim dan berfatwa, padahal dia tidak
memiliki standart dalam berfatwa, ini orang bermuka tebal seperti tembok
China.
3 - Rasulullah bersabda :
لا تسبوا قريشا فإن عالمها يملأ الأرض علماArtinya
: Janganlah kamu menghina orang-orang Qurasy karena seorang ulama dari
kalangan bangsa Qurasy, ilmunya akan memenuhi penjuru bumi ini .
( H,R Baihaqi didalam al-Manaqib Syafi`i, Abu Naim didalam al-Hilyah, Musnad Abu Daud ath-Thayalisi ).
Para
ulama mentakwilkan maksud hadits tersebut kepada Imam Syafi`i
al-Quraisyi yang telah menebarkan ilmu dan madzhabnya dibumi ini,
diantara ulama yang telah mengungkapkan hal seperti itu ialah Imam Ahmad
Bin Hanbal, Imam Abu Nuaim al-Ashbahani, Imam Baihaqi.
Dan
maksud ilmu pada hadits tersebut adalah madzhab dan pemahamannya
terhadap al-Quran dan sunnah, sebab pemahaman terhadap al-Qur`an dan
sunnah itulah disebut ilmu, ilmu itu adalah madzhab jika ilmu tersebut
diikuti orang lain, dengan demikian madzhab adalah salah satu pemahaman
al-Qur`an dan hadits yang diikuti oleh orang lain.
Masih ada
hadits-hadits yang menceritakan tetang bermadzhab, asalkan kita faham
tentang apa yang dikatakan dengan madzhab, saya padakan sampai disini
pembahasan yang pertama.
Masalah kedua
2 – Pendapat
saudara yang mengatakan al-Qur`an dan Sunnah sudah cukup menjadi sumber
hukum adalah ungkapan seorang yang Mujtahid, apabila sudah melengkapi
syarat-syarat mujtahid, jika saudara berkata juga seperti itu bermakna
saudara sudah menjadi mujtahid, dan sudah memiliki syarat-syarat
ijtihad, tetapi jika tidak memenuhi syarat maka saya sarankan saudara
mundur kebelakang, atau membeli cermin ( kaca ) agar dapat berkaca dan
bercermin siapa diri anda, sampai mana keilmuan anda, jika cerminnya
juga tidak mampu untuk menunjukkan hakikat diri anda sendiri dalam
keilmuan, maka hendaklah bercermin dengan ulama-ulama ahlus sunnah wal
jama`ah, karena cermin yang ada dirumah harganya murahan atau sudah
pecah, jika tidak tergambar juga hakikat diri anda dihadapan orang lain,
maka ingatlah syaithan telah memperdayakan anda, menjadi mujtahid berat
dan memiliki syarat-syarat yang sulit.
Rasul bersabda :
رحم الله امرءا عرف قدرهArtinya : Allah menyayangi seseorang yang mengetahui batas kemampuannya.
Kalau
anda sadar akan batas keilmuan dan kemampuan anda tentu anda akan
mengikuti madzhab yang empat, tetapi sayang anda tidak melihat kelemahan
dan kebodohan anda sendiri.
Perlu anda ketahui jika anda belum
sampai kepada tahap Mujtahid, jika ingin mengambil langsung dari
al-Qur`an dan Sunnah, apakah anda telah mengahapal al-Qur`an
keseluruhannya ?, atau paling sedikit ayat-ayat Ahkam, dan telah
mengetahui dari ayat-ayat tersebut sebab-sebab turunnya ayat, apakah
ayat tersebut tergolong Nasikh atau Mansukh, apakah ayat tersebut
Muqayyad atau Muthalaq, atau ayat itu Mujmal atau Mubayyan, atau ayat
tersebut `Am atau Khusus, kedudukan setiap kalimat didalam ayat dari
segi Nahu dan `Irabnya, Balaghahnya, bayannya, dari segi penggunanaan
kalimat Arab secara `Uruf dan dan hakikatnya, atau majaznya, kemudian
adakah terdapat didalam hadits yang mengkhususkan ayat tersebut, ini
masih sebahagian yang perlu anda ketahui dari al-Qur`an, sementara
didalam Hadits anda mesti menghapal seluruh hadits-hadits Ahkam,
kemudian mengetahui sebab-sebab terjadinya hadits tersebut, mana yang
mansukh dan mana yang Nasikh, mana yang Muqayyad dan mana yang Muthlaq,
mana yang mujmal dan mubayyan, mana yang `Am dan Khas, dan mesti
mengetahui bahasa arab dengan sedalam-dalamnya, agar tidak menyalahi
Qaidah-Qaidah dalam bahasa, hal ini meliput dari Nahu, Balaghah, bayan,
ilmu usul Lughah, dan juga mesti mengetahui fatwa-fatwa ulama yang
terdahulu sehingga tidak mengeluarkan hukum yang menyalahi ijma` ulama,
mengetahui shahih atau tidaknya hadits yang akan digunakan, hal ini
meliputi dari pengetahuan tentang sanad, Jarah dan Ta`dil, Tarikh islami
dan ilmu musthalah hadits secara umum dan mendalam, sebab tidak semua
hadits shahih dapat dijadikan hujjah secara langsung, karena mungkin
saja telah dimansukhkan, atau hadits tersebut umum dan adalagi hadits
yang khusus , maka mesti mendahulukan yang khusus. Hal ini akan saya
jelaskan insyaallah dalam pembahasan yang khusus.
Pertanyaannya
adalah sudahkan anda memiliki syarat yang telah kami sebutkankan, kalau
sudah silahkan anda berijtihad sendiri, kalau belum jangan mempermalukan
diri sendiri, kebodohan yang paling bodoh adalah tidak mengakui diri
bodoh, sehingga tidak mau belajar dari kebodohannya.
Masalah ketiga
3
– Pendapat anda yang mengatakan bermadzhab itu suatu yang bid`ah Karena
tidak terdapat pada zaman Rasul, penulis menyangka anda belum lagi
memahami kata-kata Bid`ah dengan sesungguhnya, tapi saya akan buat
insyaallah pembahasan ini secara khusus.
Tetapi yang penting
Madzhab memang tidak ada pada zaman Nabi karena para sahabat berada
bersama nabi , jikalau ada permasalahan maka mereka akan menanyakan
langsung kepada Nabi SAW, tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia maka
mulailah hidup madzhab-madzah dikalangan sahabat, sehingga masyhur
dikalangan mereka ada madzhab Abu Bakar, madzhab Umar, Utsman, Ali,
Abdullah Bin Umar, Sayyidah `Aiysah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Mas`ud
dan yang lainnya, demikian juga pada masa Tabi`in telah betumbuhan
madzhab-madzhab ketika itu, seperti madzhab Az-Zuhri, Hasan al-Bashri,
Salim Bin Abdallah, Urwah Bin Zubair, dan yang lainnya, sehingga Imam
Abu Hanifah juga tergolong Tabi`in yang memiliki Madzhab yang diikuti,
sementara Imam Malik tergolong Tabi`-Tabi`in yang memiliki banyak
pengikut, maka jelaslah bahwa mengikuti madzhab yang ada dan diakui oleh
ulama bukan hal yang bid`ah, jikalau hal tersebut bid`ah niscaya para
sahabat ahli bid`ah.
Masalah keempat
4 – Larangan ulama
Madzhab kepada murid-muridnya agar jangan mengikuti mereka adalah hal
yang tidak benar, sebab seluruh perkataan ulama Madzhab telah dirobah
oleh orang tertentu tentang pemahamannya, mari kita lihat sebahagian
kata-kata Imam Syafi`i` dan kisah Imam Malik.
A – Kisah Imam Malik berserta Khalifah Abu Ja`far al-Manshuri.
Meriwayatkan
Ibnu Abdul Barr dengan sanadnya kepada al-Waqidi, beliau berkata : Aku
mendengar Malik Bin Anas berkata : " ketika Abu Ja`far al-Manshur
melaksanakan hajji, beliau memanggilku, maka bertemu dan bercerita
dengannya, beliau bertanya kepadaku dan aku menjawabnya, kemudian Abu
Ja`far berkata : " Aku bermaksud untuk menulis kembali kitab yang telah
kamu karang yaitu Muwaththa`, kemudian aku akan kirim keseluruh penjuru
negeri islam, dan aku suruh mereka mengamalkan apa yang terkandung
didalamnya, dan tidak mengamalkan yang lainnya. Dan meninggalkan semua
ilmu-ilmu yang baru selain " Muwaththa`, karena Aku melihat sumber ilmu
adalah riwayat ahli Madinah dan ilmu mereka, dan aku pun berkata : Wahai
Amirul Mukminin, Janganlah kamu buat seperti itu, Karena orang-orang
sudah memiliki pendapat sendiri, dan telah mendengarkan hadits Rasul,
dan mereka telah meriwayatkan hadits-hadits yang ada, dan setiap kaum
telah mengambil dan mengamalkan apa telah diamalkan pendahulunya, dari
perbedaan pendapat para shahabat dan selain mereka, jika menolak apa
yang mereka percayakan itu sangat berbahaya, biarlah mereka mengamalkan
apa yang telah mereka amalkan dan mereka pilih untuk mereka, berkata Abu
J`afar : Kalaulah engkau suruh aku untuk membuat seperti itu niscaya
aku akan laksanakan.
Dalam riwayat yang lain Imam Malik berkata :
Wahai Amirul Mukminin Sesungguhnya para sahabat Rasulullah SAW telah
berpencar diberbagai negeri, orang-orang telah mengikuti madzhab mereka,
maka setiap golongan berpendapat mengikuti madzhab orang yang diikuti. (
al-Intiqa : 41 , Imam Darul Hijrah Malik Bin Anas : 78 ).
Lihat
bagaimana Imam Malik menjawab permintaan Khalifah Abu Ja`far, beliau
tidak melarang orang-orang untuk bertaqlid pada Madzhab yang mereka
akui, sebab pada masa itu madzhab fiqih sangat berkembang sekali,
seperti di Iraq madzhab Imam Abu Hanifah, Di Syam berkembang Madzhab
Imam Auza`i, di Mesir berkembang madzhab Imam Laits Ibnu Sa`ad, dan
masih banyak lagi madzhab-madzhab yang berkembang saat itu, bahkan
beliau menyarankan kepada Khalifah agar mereka dibenarkan untuk
mengikuti madzhabnya masing-masing.
B - Berkata Imam Syafi`i :المزني ناصر مذهبيArtinya : Al-Muzani itu adalah penolong ( dalam menyebarkan ) madzhabku
(
Lihat Siyar `Alam an-nubala` li adz-Dzahabi : 12/493, Thabqatu
Syafi`iyah al-Kubra Li as-Subki : 1/323, terbitan Dar kutub ilmiyah ).
Dari
perkataan Imam Syafi`i diatas sangat jelas sekali bahwa beliau tidak
melarang seorangpun untuk mengikuti madzhabnya, bahkan beliau mengatakan
kepada murid-muridnya bahwa al-Muzani adalah seorang penolong dan
penyebar madzhab Syafi`i, kalau beliau melarang untuk mengikuti
madzhabnya tentu beliau tidak mengatakan perkataan tersebut.
Diriwayatkan
Imam al-Khatib didalam karangannya " al-Faqih wa al-Mutafaqih ( 2 / 15
-19 ) " cerita yang sangat panjang sekali tentang Imam al-Muzani seorang
pewaris ilmu Imam Syafi`i, didalam akhirnya beliau mengungkapkan
perkataan al-Muzani : " Lihat kamulah apa yang kamu tulis dari
pengajaranku, tuntutlah ilmu dari seorang yang Faqih, maka kamu akan
menjadi Faqih ".
Dari perkataan Imam al-Muzani menyuruh muridnya
untuk melihat apa yang beliau sampaikan, beliau tidak menyuruh mereka
untuk melihat kepada Hadits, karena hadits tidak boleh difahami dengan
sebenarnya hukum yang terdapat didalamnya kecuali seorang yang Faqih,
dan menyuruh mereka untuk menuntut ilmu kepada seorang yang Faqih bukan
hanya mengetahui hadits semata, sebab puncak ilmu hadits adalah Fiqih,
kalau bermadzhab itu dilarang tentu Imam al-Muzani akan melarang melihat
pengajaranya, akan tetapi menyuruh mereka mengambil secara langsung
hukum dari al-Qur`an.
Penulis cukupi sampai disini saja dalam ungkapan ulama-ulama tentang mengikuti madzhab ulama Mijtahid..
Masalah kelima
5
– Perkataan Saudara yang mengatakan bermadzhab dengan madzhab tertentu
berarti menolak Sunnah Rasulullah adalah perkataan yang tidak benar dan
tidak berasas, sebab seluruh ulama Mujtahid sangat berpegang teguh dalam
mengamalkan sunnah Nabi SAW, mereka telah menjadikan al-Hadits sebagai
sumbur kedua setelah al-Qur`an, kedudukan al-Hadits sangat tinggi sekali
dipandangan mereka.
Sebahagian orang salah memahami perkataan Imam-imam Mujtahid seperti Imam Syafi`i, beliau berkata :
إذا وجدتم حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم على خلاف قولي فخذوا به ودعوا ما قلتArtinya
: Apabila kamu dapati perkataanku menyalahi perkataan Rasulullah SAW
maka tinggalkanlah perkataanku dan ambillah Hadits Rasul..
Perlu
kita ketahui pemahaman yang mengatakan Imam Syafi`i melarang mengikuti
pendapatnya dari perkataan tersebut adalah pemahaman yang salah, dari
ungkapan Imam Syafi`i memiliki pemahaman sebagai berikut .
A – Kamu boleh mengikuti pendapatku selama pendapatku tidak bertentangan dengan Hadits Rasulullah.
B – Perkataan ini menunjukkan betapa besarnya kedudukkan Hadits Nabi SAW dipandangan Imam Syafi`i.
C
– Karena begitu besarnya kedudukan Hadits dihadapan Imam Syafi`i
sehingga beliau menjadikan al-Hadits adalah sumber kedua didalam
madzhabnya, ini menunjukkan bahwa beliau tidak akan mungkin mendahulukan
pendapatnya dari pada Hadits Rasul, kecuali apabila hadits tersebut
tidak dianggap shahih dan memiliki beberapa sebab sehingga tidak boleh
mengamalkannya, sebab tidak seluruh Hadits shahih boleh diamalkan,
masalah ini insyaallah akan saya perincikan pada pembahasan yang khusus.
D
– Imam Syafi` hanya berpegang dengan hadits yang shahih menurut
pandangannya, sebab beliau seorang ahli hadits yang masyhur, bukan
hadits mansukh atau ijmak ulama tidak mengamalkannya, hadits yang
memiliki permasalahan dan `illat.
Masalah keenam
6 –
Adapun ungkapan saudara yang mengatakan pada zaman sekarang ini
sebenarnya semangkin mudah untuk menjadi mujtahid disebabkan oleh
banyaknya buku yang dicetak, berbeda dengan zaman dahulu, pendapat ini
tidak benar, bahkan menyalahi kenyataan yang ada, coba kita lihat
penyebab kenapa pada zaman ini sukar untuk menjumpai seorang mujtahid.
A
– Tidak seluruh kitab telah dicetak dan disajikan kepada kita, terbukti
masih banyak lagi kitab ulama-ulama muslim yang tersebar dalam bentuk
Makhthuthath ( Munuskrip ) di negeri Erofah, Mesir, Turki, Saudi
Arabiyah, Pakistan, Hindia dan lain-lain.
B – Banyaknya
kitab-kitab hadits yang hilang dan tidak ditemui pada saat sekarang ini
disebabkan berbagai kejadian, seperti pembakaran kitab-kitab pada masa
Monggolia menyerang Baghdad dan membakar seluruh kitab-kitab Islam,
penghancuran Negeri Islam di Andalusia, dan lain-lain , hal ini boleh
kita ketahui jika kita mentakhrij hadits, dan ingin melihat dari sumber
aslinya, tetapi tidak diketemukan.
C – Pada zaman sekarang orang
belajar ilmu menurut bidangnya masing-masing, pelajar yang di Kuliah
Syari`ah tidak mempelajari ilmu musthalah hadits secara mendalam,
pelajar Kuliah Usuluddin tidak mempelajari Usul Fiqih dan Fiqih secara
mendalam, pelajar Lughah bahkan sangat sedikit sekali mempelajari bidang
ilmu fiqih dan hadits, dari cara belajar seperti ini bagaimana menjadi
mujtahid.
D – Tidak adanya pada zaman sekarang orang dapat
digelar al-Hafizh, ini membuktikan betapa buruknya prestasi kita dalam
bidang hadits dibandingkan dengan zaman-zaman sebelum kita, bagaimana
mau menjadi mujtahid hadits pun tidak hapal, kalaulah dalam ilmu hadits
saja kita belum mampu menjadi al-Hafizh bagaimana pula ingin menjadi
al-Mujtahid.
e - Tetapi yang sangat lucunya yang ingin jadi
mujtahid itu sekarang terdiri dari pelajar-pelajar kedoktoran,insinyur,
mekanik, yang bukan belajar khusus tentang agama, kalau pelajar agama
saja tidak sampai kepada mujtahid bagaimana lagi dengan pelajar yang
bukan khusus mempelajari agama, kalau pun jadi mujtahid pasti mujtahid
gadungan( penipuan ).
Coba renungkan cerita Ibnu Taimiyah didalam
kitabnya al-Muswaddah : 516, dan diungkapkan oleh muridnya Ibnu Qayyim,
dari Imam Ahmad, ada seorang lelaki bertanya kepada Imam Ahmad, :
Apabila seseorang telah menghapal hadits sebanyak seratus ribu hadits,
apakah dia sudah dikira Faqih ? Imam Ahmad menjawab : Tidak dikira
Faqih, berkata lelaki tersebut : " jika dia hapal dua ratus ribu hadits ?
", Imam Ahmad menjawab : " tidak disebut Faqih ", berkata lelaki
tersebut : " jika dia telah menghapal tiga ribu hadits ?", Imam Ahmad
menjawab : " tidak juga dikira Faqih", berkata lelaki tersebut : " Jika
dia telah menghapal empat ribu hadits ?, Imam Ahmad menjawab : " Beliau
mengisyaratkan dengan tangannya dan mengerakkannya, maksudnya, mungkin
juga disebut Faqih berfatwa kepada orang dengan ijtihadnya.
Cobalah renungkan dimana kedudukan kita dari Faqih dan al-Mujtahid, agar tahu kelemahan kita dan kebodohan kita.
E
– Memang ada kitab-kitab yang dapat membantu kita agar dapat
berijtihad, tetapi yang jadi permasalahannya, apakah kita mampu
benar-benar memahami apa yang kita baca, apakah yang kita fahami sesuai
dengan pemahaman ulama-ulama pada masa salafussalihin, sebab membaca
hadits dengan sendirian tanpa bimbingan seorang guru akan membawa kepada
kesesatan, sebagaimana pesan ulama-ulama agar mengambil ilmu dari
mulutnya ulama yang ahli.
خذوا العلم من أفواه العلماءArtinya : Ambillah ilmu itu dari mulutnya para ulama.
Berkata Imam Ibnu Wahab seorang murid Imam Malik yang alim dalam ilmu Hadits:
الحديث مضلة إلا للعلماءArtinya : al-Hadits dapat menyesatkan seseorang ( yang membacanya ) kecuali bagi para ulama
Berkata Imam Sufyan Bin Uyainah ( seorang ulama besar yang ahli dalam fiqih dan hadits guru Imam Syafi`i ) :
الحديث مَضِلّة إلا للفقهاءArtinya
: al-Hadits itu dapat menyesatkan seseorang kecuali bagi ulama yang
faqih. ( al-Jami` li Ibni Abi Zaid al-Qairuwani : 118 )
Masalah ketujuh
7
– Apa yang saudara ungkapkan bahwa ulama mujtahid adalah manusia biasa
yang mungkin saja salah dalam perbutan atau pemahaman adalah benar,
tetapi sangat salah sekali jika saudara menyangka bahwa mereka yang
berijtihad tidak boleh diikuti karena mereka manusia biasa, yang sangat
jelasnya, mereka bukan nabi, dan juga bukan bertarap seperti anda, tidak
ada seorang ulama yang hidup sekarang ini yang mampu menandingi ilmunya
Imam Abu Hanifah, Imam Malik Bin Anas, Imam Syafi`i, Imam Ahmad.
Berkata
Imam adz-Dzahabi mengungkapkan didalam kitabnya at-Tadzkirah : 627-628 ,
diakhir ceritanya dari generasi muhaddits yang kesembilan diantara
tahun 258 H - 282 H, beliau berkata : Wahai syeikh lemah lembutlah pada
dirimu, senantiasalah bersikap adil, janganlah memandang mereka dengan
penghinaan, jangan kamu menyangka muhaddits pada masa mereka itu sama
dengan muhaddits pada masa kita ( maksudnya dari masa 673 H – 748 H ),
sama sekali tidak sama, tidak ada seorangpun pembesar Muhaddits pada
masa kita yang sampai kedudukkannya seperti mereka didalam keilmuan .
Dari
ungkapan Imam adz-Dzahabi diatas memberikan pengertian bahwa ilmu kita
memang tidak setarap dengan para ulama-ulama mujtahid pada zaman dahulu,
jadi jikalau mereka berijihad ternyata salah didalam maka mereka akan
mendapat satu pahala dan tidak mendapat dosa, bagaimana dengan anda yang
tidak sampai kepada derajat ijtihad kemudian berijtihad menurut
kemampuan anda, maka kesalahan anda akan lebih banyak dibandingkan
dengan ulama-ulama mujtahid yang terdahulu, dengan begitu seseorang yang
memang sudah sampai kepada derajat mujtahid, apabila benar ijtihadnya
maka akan mendapatkan dua pahala, jika salah dalam berijtihad maka
mendapat satu pahala saja, tetapi jika anda yang belum sampai kepada
tahap mujtahid berijtihad dan tersalah dalam ijtihadnya maka anda akan
mendapatkan dosa, karena berijtihad dengan kebodohan.
Masalah kedelapan
8
– Adapun ungkapan anda tentang hadits yang Shahih wajib diamalkan
secara langsung adalah salah satu kesalahan, sebab tidak semua hadits
yang shahih dapat diamalkan secara lansung, karena mungkin saja hadits
tersebut memiliki `illat yang sangat samar sekali, kemungkinan hadits
shahih tersebut dimansukhkan, atau haditsnya muthlaq kemudian
dimuqayyadkan dan lain-lain, Penulis ( insyaallah ) akan membahas
permasalahan ini secara khusus .
Jumat, 2009 Mei 15
Pada
zaman sekarang ini telah banyak kita lihat golongan yang anti dan
berusaha untuk menyerang dan membasmi madzhab-mahzhab yang masyhur,
dengan alasan kita mesti berpegang teguh dengan al-Qur`an dan sunnah
bukan berpegang teguh dengan madzhab, tidak pernah kita dapati didalam
al-Qur`an atau didalam hadits Rasulullah untuk menyuruh kita bermadzhab,
bahkan para pendiri madzhab sendiri pun melarang mengikuti jejak
mereka, hal ini sangat aneh sekali, mereka mati-matian mengajak orang
agar meninggalkan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Ahmad, tetapi
mereka juga sengaja menarik orang untuk mengikuti pemikiran dan
pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah, apakah mereka tidak tahu bahawa
mengikut pendapat Ibnu Taimiyah juga disebut mengikuti madzhab, atau
mungkin mereka terlupa, juga mungkin karena ta`asub yang
berlebih-lebihan terhadap Ibnu Taimiyah, atau juga mungkin hasad dan
dengki dengan pendiri para Madzhab, kalau tidak sebab-sebab itu niscaya
mereka tidak akan keberatan terhadap seseorang yang bermadzhab Hanafi,
Maliki, atau Syafi`i. kenyataan ini telah kita lihat sendiri, jikalau
kita kata Ibnu Taimiyah saja yang berpegang teguh dengan al-Qur`an dan
Sunnah, maka maknanya madzhab-madzhab yang lain tidak benar, sebab
menurut pandangan mereka ( orang yang tidak bermazhab atau golongan
Wahabi ) bahwa Taimiayah yang benar, disini mereka terlupa bahwa Ibnu
Taimiyah seorang manusia bukan seorang nabi yang tidak berdosa, wajarkah
kita larang seseorang bermadzhab, sementara kita sendiri mengikuti
madzhab seseorang, jikalau kita sebutkan seperti ini maka mereka tidak
akan mengaku dengan sebenarnya, bahkan mencoba untuk memutar balikkan
Fakta, dengan ucapan kita mesti berpegang teguh dengan al-Qur`an dan
Sunnah, tetapi yang menjadi pertanyakan dibenak hati saya adalah apakah
pendiri-pendiri Mazhab tidak mengikuti al-Qur`an dan al-Sunnah? tentu
mereka menjawab " Sudah tentu para pendiri madzhab mengikut al-Qur`an
dan as-Sunnah tetapi mereka manusia yang mungkin memiliki kesalahan",
jadi menurut mereka ( anti mazhab ) karena adanya kesalahan pada ulama
mujtahid maka mereka mengambil al-Qur`an dan Sunnah secara langsung, ini
membuktikan mereka tidak akan tersalah dalam menentukkan hukum dalam
berijtihad, jikalau sekiranya mereka sadar diri dengan kemampuan meraka
niscaya mereka akan berpegang teguh dengan mana-mana mazhab yang empat.
Pada
kesempatan ini saya hanya mencoba untuk memaparkan beberapa dalil yang
menjadi pegangan masyarakat awam dalam mengikuti madzhab yang empat,
beserta makna dan tujuan " Madzhab " dan bila timbulnya madzhab, dalam
kesempatan lain insyaallah saya akan ketengahkan segala dalil-dali yang
membatalkan anggapan-anggapan bahwa mengikuti mazhab adalah bid`ah.
Pengertian Madzhab
kalimat
Madzhab berasal dari bahasa Arab yang bersumberkan dari kalimat
Dzahaba, kemudian diobah kepada isim maf`ul yang berarti, Sesuatu yang
dipegang dan diikuti, dalam makna lain mana-mana pendapat yang dipegang
di ikuti disebut madzhab, dengan begitu madzhab adalah suatu pegangan
bagi seseorang dalam berbagai masalah, mungkin lebih kita kenal lagi
dengan sebutan aliran kepercayaan atau sekte, bukan hanya dari
permasalahan Fiqih tetapi juga mencakup permasalahan `Aqidah, Tashawuf,
Nahu, Shorof, dan lain-lain, didalam Fiqih kita dapati berbagai macam
madzhab, seperti madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi`i, didalam `Aqidah
kita dapati madzhab `Asya`irah, Maturidiyah, Muktazilah, Syi`ah, didalam
Tashawuf kita dapati madzhab Hasan al-Bashri, Rabi`atu adawiyah,
Ghazaliyah, didalam Nahu kita dapati madzhab al-Kufiyah dan madzhab
al-Bashriyah.
Tumbuhnya Madzhab Fiqih
Pada zaman
Rasulullah SAW " madzhab" belum dikenal dan digunakan karena pada zaman
itu Rasul masih berada bersama sahabat, jadi jika mereka mendapatkan
permasalahan maka Rasul akan menjawab dengan wahyu yang diturunkan
kepadanya, tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia, para shahabat
telah tersebar diseluruh penjuru negeri Islam, sementara itu umat islam
dihadirkan dengan berbagai permasalahan yang menuntut para shahabat
berfatwa untuk menggantikan kedudukan Rasul, tetapi tidak seluruh
shahabat mampu berfatwa dan berijtihad, sebab itulah terkenal dikalangan
para sahabat yang berfatwa ditengah sahabat-sahabat Rasul lainnya,
sehingga terciptanya Mazhab Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Sayyidah
`Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas`ud dan yang
lainnya, kenapa shahabat-sahabat yang lain hanya mengikuti sahabat yang
telah sampai derajat mujtahid, karena tidak semua sahabat mendengar
hadits Rasul dengan jumlah yang banyak, dan derajat kefaqihan mereka
yang berbeda-beda, sementara Allah telah menyuruh mereka untuk bertanya
kepada orang yang `Alim diantara mereka.
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
Artinya : Hendaklah kamu bertanya kepada orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui
Pada
zaman Tabi`in timbul pula berbagai macam madzab yang lebih dikenal
dengan madzhab Fuqaha Sab`ah ( Madzhab tujuh tokoh Fiqih) di kota
Madinah, setalah itu bermunculanlah madzhab yang lainnya dinegeri islam,
seperti madzhab Ibrahin an-Nakha`i, asy-Syu`bi, sehingga timbulnya
madzhab yang masyhur dan diikuti sampai sekarang yaitu Madzhab
Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah, Hanabilah, madzhab ini dibenarkan oleh
ulama-ulama untuk diikuti karena beberapa sebab :
1 - Madzhab ini disebarkan turun-temurun dengan secara mutawatir.
2 - Madzhab ini di turunkan dengan sanad yang Shahih dan dapat dipegang .
3 - Madzhab ini telah dibukukan sehingga aman dari penipuan dan perobahan .
4
- Madzhab ini berdasarkan al-Qur`an dan al-Hadits, selainnya para empat
madzhab berbeda pendapat dalam menentukan dasar-dasar sumber dan
pegangan .
5 - Ijma`nya ulama Ahlus Sunnah dalam mengamalkan empat madzhab tersebut